Rabu, 20 Agustus 2014

ANALISIS KONTRASTIF AFIKSASI BAHASA JAWA-BANTEN DENGAN BAHASA INDONESIA DALAM LAGU DAERAH JAWA-BANTEN

Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara B1 dengan B2 penutur. Dalam hal ini, peneliti menjadikan lagu daerah Jawa-Banten sebagai objek penelitian. Lagu daerah tersebut terdiri atas tiga judul, yakni Jereh Bu Guru, Ibu, dan Yu Ragem Belajar. Untuk mencari persamaan dan perbedaan kedua bahasa, peneliti menjadikan analisis kontrastif (anakon) sebagai landasan dalam proses penelitian. Anakon yang dianalisis peneliti dalam lagu daerah ini berupa proses morfologis yang difokuskan pada afiksasi. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan beberapa afiks yang ada dalam bahasa Jawa-Banten (BJB), tetapi tidak terdapat dalam bahasa Indonesia (BI). Begitu pula sebaliknya. Tidak sedikit pula afiks yang sama-sama dimiliki kedua bahasa tersebut. Dari ketiga lagu yang telah dianalisis, hanya ditemukan persamaan dan perbedaan afiksasi berupa prefiks dan sufiks. Persamaan antara BJB dengan BI terlihat pada prefiks se-, pe-, dan sufiks –i, –an. Perbedaan terlihat pada prefiks nge-, ng-, dan N- dengan meN-; sufiks –e dan –ne dengan –nya; serta –aken dan –kaken dengan –kan. Kata Kunci: analisis kontrastif, afiksasi, bahasa Jawa, bahasa Indonesia A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan salah satu negara dengan bahasa yang beranekaragam. Pada tahun 2012, diperkirakan jumlah bahasa dan subbahasa di seluruh Indonesia mencapai 546 bahasa. Keragaman bahasa tersebut menjadikan penutur di Indonesia bersifat bilingual, yakni mampu berkomunikasi dengan dua bahasa. Bilingualisme atau disebut juga dwibahasawan memiliki bahasa pertama (B1) berupa bahasa ibu dan bahasa kedua (B2) berupa bahasa yang dipelajari. B1 untuk penutur di Indonesia didominasi oleh bahasa daerah masing-masing, seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain-lain, sedangkan B2 berupa bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia. Seiring perkembangan zaman, telah terjadi pergeseran B1 berupa bahasa daerah menjadi bahasa Indonesia oleh beberapa generasi muda. Mereka menjadikan bahasa Indonesia sebagai B1, bahasa daerah sebagai B2, dan bahasa asing seperti bahasa Inggris sebagai B3 (apabila menguasai lebih dari dua bahasa disebut multibahasawan). Setiap bahasa, baik bagi dwibahasawan maupun multibahasawan, memiliki kaidah atau aturan masing-masing. Fenomena kebahasaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya akan menyebabkan terjadinya interferensi dalam proses bertutur. Interferensi dapat terjadi karena kesalahan penerapan kaidah dalam berbahasa kedua akibat kaidah bahasa pertama yang dikuasai. Tidak jarang seseorang yang memiliki B1 bahasa Jawa mengucapkan kata geh, mah, tah dalam pertuturan bahasa Indonesia. Sering juga ditemukan seseorang yang berbahasa Indonesia menyusun pola kalimat DM dalam bahasa Inggris. Padahal, bahasa Inggris menggunakan pola MD. Kasus-kasus serupa demikian merupakan salah satu kesalahan yang dialami oleh dwibahasawan atau multibahasawan. Terjadinya interferensi merupakan salah satu fokus pembahasan ilmu kebahasaan bernama Analisis Kontrastif (Anakon). Anakon dijadikan sebagai salah satu cara untuk menemukan kesulitan-kesulitan yang dialami dwibahasawan. Anakon menemukan persamaan dan perbedaan antara B1 dan B2 yang dikuasai penutur. Dengan mengetahui persamaan dan perbedaan antara B1 dan B2, dapat mengurangi kesalahan berbahasa yang akan terjadi. Cakupan anakon dapat mencakup aspek linguistik dan psikologi. Aspek linguistik berkaitan dengan struktur dan pemakaian bahasa dalam membandingkan dua bahasa, sedangkan aspek psikologi berkaitan dengan fonologi, morfologi, leksikal, sintaksis, semantik, tataran pemakaian, dan wacana. Anakon dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di lembaga-lembaga pendidikan sebagai salah satu cara pendidik untuk mengantisipasi kesalahan dan kesulitan yang dialami si pembelajar dalam berbahasa. Salah satu media yang dapat digunakan untuk meneliti anakon adalah dengan menggunakan lagu. Setiap daerah memiliki lagu khas masing-masing yang menggunakan bahasa asli daerah tersebut. Seperti halnya provinsi Banten. Provinsi ini kental dengan bahasa Jawa yang memang berbeda dengan bahasa Jawa di daerah Yogyakarta, Solo, dan sekitarnya. Lagu yang ditemukan penulis berjumlah tiga, yakni Jereh Bu Guru, Ibu, dan Yu Ragem Belajar. Lagu ini menggunakan bahasa Jawa-Banten, diciptakan oleh masyarakat Banten, dan dinyanyikan oleh masyarakat Banten pula. Selain dalam bahasa Jawa-Banten, lagu ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam lagu ini akan terlihat persamaan dan perbedaan antara kedua bahasa tersebut, bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Hal yang paling menonjol dalam lagu ini terlihat pada proses morfologis berupa afiksasi. Berdasarkan pandangan peneliti yang telah dipaparkan sebelumnya dan diperkuat dengan fenomena yang terjadi di lapangan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Kontrastif dengan memfokuskan pada proses morfologis berupa afiksasi yang terdapat dalam bahasa Jawa-Banten (BJB) dan bahasa Indonesia (BI). Objek penelitian terdapat dalam lagu daerah yang berbahasa Jawa-Banten. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian berjudul “Analisis Kontrastif Afiksasi Bahasa Jawa-Banten dengan Bahasa Indonesia dalam Lagu Daerah Jawa-Banten”. 2. Rumusan Masalah 1. Apakah persamaan afiksasi yang terdapat dalam lagu berbahasa Jawa-Banten berjudul Jereh Bu Guru, Ibu, dan Yu Ragem Belajar dengan bahasa Indonesia? 2. Apakah perbedaan afiksasi yang terdapat dalam lagu berbahasa Jawa-Banten berjudul Jereh Bu Guru, Ibu, dan Yu Ragem Belajar dengan bahasa Indonesia? 3. Tujuan penelitian 1. Mengetahui persamaan afiksasi yang terdapat dalam lagu berbahasa Jawa-Banten berjudul Jereh Bu Guru, Ibu, dan Yu Ragem Belajar dengan bahasa Indonesia. 2. Mengetahui perbedaan afiksasi yang terdapat dalam lagu berbahasa Jawa-Banten berjudul Jereh Bu Guru, Ibu, dan Yu Ragem Belajar dengan bahasa Indonesia. 4. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mengutamakan kata-kata, dan tindakan sebagai sumber utama dalam penelitian. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif dengan menerapkan metode deskriptif. Tujuan dari metode deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 2003: 54). Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan setiap fenomena yang terjadi dalam lingkungan masyarakat secara apa adanya. Dengan menggunakan metode ini, penelitian ini akan menggambarkan secara apa adanya analisis kontrastif afiksasi bahasa Jawa-Banten dengan bahasa Indonesia. 2. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan studi dokumenter dan studi pustaka dalam mengumpulkan data. Studi dokumenter (documentary study) merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lagu daerah berbahasa Jawa-Banten yang dikumpulkan dari sebuah situs internet. Studi pustaka ini diperlukan sebagai salah satu cara untuk mengumpulkan landasan teori yang dijadikan acuan dalam menjalankan penelitian. Dengan adanya teori, penelitian yang dilakukan menjadi lebih kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. 3. Teknik Analisis Data Analisis data dalam suatu penelitian sangat diperlukan karena untuk menemukan hasil penelitian itu sendiri. Penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif (Moleong, 2007: 10). Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori tetapi dimulai dari fakta empiris (Margono, 2004: 38). Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan. Analisis data di dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Dengan demikian, temuan penelitian di lapangan yang kemudian dibentuk ke dalam bangunan teori bukan dari teori yang telah ada, melainkan dikembangkan dari data lapangan (induktif). Penelitian ini menggunakan dasar analisis data sebagai berikut. 1. Peneliti mencari beberapa lagu daerah Jawa-Banten dari situs internet. 2. Peneliti mempelajari setiap lirik yang terdapat dalam lagu tersebut. 3. Peneliti mulai menganalisis dan memberi tanda beberapa afiks yang ada pada beberapa lagu tersebut. 4. Dari hasil menganalisis, beberapa afiks dalam lagu tersebut diklasifikasikan berdasarkan letak afiksasi, seperti prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. 5. Setelah mengklasifikasikan, terlihat afiksasi yang terdapat dalam bahasa Jawa-Banten. 6. Setelah itu, mulai dicari persamaan dan perbedaan afiksasi pada lagu daerah tersebut dengan bahasa Indonesia. 4. Sumber dan Data Penelitian Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2006: 157), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data dalam penelitian ini adalah lagu daerah berbahasa Jawa-Banten berjudul Jereh Bu Guru, Ibu, dan Yu Ragem Belajar. Data dalam suatu penelitian sangat dibutuhkan sebagai landasan diadakannya suatu penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah setiap lirik dalam lagu daerah tersebut yang memuat unsur-unsur afiksasi. B. Kajian Teori 1. Analisis Kontrastif Analisis kontrastif adalah pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa kedua atau bahasa yang sedang dipelajari sehingga guru dapat meramalkan kesalahan si terdidik dan si terdidik segera menguasai bahasa yang bukan bahasa ibunya yang sedang dipelajari (Pateda, 1989: 18). Di dalam Kamus Linguistik, dikatakan “analisis kontrastif (contrastive analysis, dfferential analysis, differential linguistiks) adalah metode sinkronis dalam analisis bahasa untuk menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahasa-bahasa atau dialek-dialek untuk mencapai prinsip yang dapat diterapkan dalam masalah praktis, seperti pengajaran bahasa dan penterjemahan” (Kridalaksana, 1983:11). Menurut Tarigan, “analisis kontrastif adalah aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur bahasa pertama (B1) dengan struktur bahasa kedua (B2) untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan di antara kedua bahasa” (Tarigan, 1989: 5). Pada bagian lain dikatakan bahwa “analisis kontrastif lebih cenderung pada linguistik diakronik tinimbang pada linguistik sinkronik dalam orientasinya” (Tarigan, 1989: 47). Dari pendapat ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis kontrastif adalah suatu kegiatan membandingkan kedua bahasa berupa B1 dan B2 dengan mencari persamaan dan perbedaan sehingga pendidik dapat meramalkan kesalahan yang dilakukan pembelajar dan memperbaiki kesalahan tersebut. Selain itu, anakon dapat digunakan si pembelajar dalam mempelajari bahasa kedua. 2. Morfologi Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk’. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata’ (Chaer, 2008: 3). Menurut Ramlan (2009: 21), morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Menurut Kridalaksana (1983: 111), morfologi (morphology) ialah bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya. Dari pendapat ketiga ahli mengenai morfologi, dapat disimpulkan bahwa morfologi merupakan salah satu cabang linguistik yang mempelajari mengenai seluk-beluk pembentukan kata serta fungsi perubahan bentuk kata. Adapula yang disebut dengan morfologi kontrastif adalah salah satu cabang linguistik yang mempelajari perbedaan-perbedaan atau ketidaksamaan-ketidaksamaan morfem-morfem serta penyusunannya dalam pembentukan kata pada dua bahasa atau lebih (Tarigan, 1989: 199). Pembentukan Kata Cara atau proses pembentukan kata dalam suatu bahasa lazim disebut sebagai proses morfologis. Para pakar mendefinisikan proses morfologis sebagai proses penggabungan antara suatu morfem dan morfem lain untuk membentuk kata. Proses morfologis berdasarkan pendapat para pakar terdiri atas afiksasi, reduplikasi, perubahan intern, suplisi, modifikasi kosong, komposisi, abreviasi, pengklitikan, dan penempatan tekanan dan nada. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pembentukan kata pada bagian afiksasi. 3. Afiksasi Menurut Suherlan dan Odien (2004: 168), afiksasi merupakan proses pembentukan kata dengan cara pembubuhan morfem afiks (imbuhan) pada sebuah dasar atau suatu bentuk dasar. Dalam afiksasi terlibat tiga unsur, yaitu: (1) dasar atau bentuk dasar, (ii) afiks, dan (iii) makna gramatikal yang dihasilkan. Menurut Iskandarwassid, dkk., (1985: 28), afiksasi adalah penambahan dengan afiks, yaitu imbuhan, yang selalu merupakan morfem terikat. Menurut letaknya, afiks ini dapat dikelompokkan menjadi prefiks (awalan), yang ditambahkan pada awal kata, infiks (sisipan), yang ditambahkan di tengah kata, sufiks (akhiran), yang ditambahkan pada akhir kata, dan konfiks, suatu morfem terputus yang ditambahkan pada awal dan akhir kata sekaligus. Menurut Samsuri (1987: 190), afiksasi adalah penggabungan akar atau pokok dengan afiks (-afik). Afik ada tiga macam, yaitu awalan, sisipan, dan akhiran. Dari pendapat ketiga ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa afiksasi merupakan salah satu proses morfologis dengan menambahkan imbuhan pada kata dasar yang dikelompokkan menjadi prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), dan konfiks (imbuhan pada awal dan akhir kata sekaligus). a. Afiksasi bahasa Indonesia Afiksasi dalam bahasa Indonesia terdiri atas prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Menurut Ramlan (2009: 58), prefiks dalam bahasa Indonesia terdiri atas meN-, ber-, di-, ter-, peN-, pe-, se-, per-, pra-, ke-, a-, maha-, para. Infiks terdiri atas –el-, -er-, dan –em-. Sufiks terdiri atas –kan, -an, -i, -nya, -wan, -wati, -is, -man, -da, -wi. Konfiks terdiri atas ke-an, peN-an, per-an, ber-an, dan se-nya. Menurut Chaer (dalam Suherlan dan Odien R., 2004: 171), konfiks terdiri atas ber-an, ber-kan, me-kan, me-I, memper-, memper-kan, memper-I, diper-, diper-kan, diper-i, ke-an, se-nya, pe-an, dan per-an. b. Afiksasi bahasa Jawa 1. Prefiks Dalam buku Struktur Bahasa Jawa Dialek Banten (1985: 28-35), dikatakan bahwa prefiks bahasa Jawa terdiri atas {nge-}, {ng-}, {N}, {di-}, {ke-}, {se-}, dan {pe-}. Dalam buku Tatabahasa Bahasa Jawa Banten (2012: 69), menambahkan prefiks bahasa Jawa-Banten, yaitu {tak}, {pang-}, {pating-}, dan {pading-}. 2. Infiks Infiks (sisipan) adalah suatu bentuk afiks yang tidak produktif dalam bahasa Jawa dialek Banten. Dalam korpus hanya ditemukan satu infiks, yaitu {-um-} dalam kata tumeka ‘sampai’, yang berasal dari teka ‘tiba’. Dalam buku Tatabahasa Bahasa Jawa Banten (2012: 69) dijelaskan bahwa infiks bahasa Jawa Banten terdiri atas {-el-}, {-em-}, dan {-er-}. 3. Sufiks Sufiks dalam bahasa Jawa dialek Banten terdiri atas {-e}, {-ne} dengan arti ‘-nya’; {-aken}, {-kaken} dengan arti ‘-kan’; {-i}, {-ni} dengan arti ‘-i’; {-an}; {-en}, {-nen} (- n/, /-nen/); {-a}. 4. Konfiks Konfiks juga berbeda dari gabungan prefiks dengan sufiks dalam proses penggabungannya. Korpus dalam buku Struktur Bahasa Jawa Dialek Banten terdiri atas {ke-an} dan {pe-an}. C. Pembahasan Penelitian ini menganalisis afiksasi yang terdapat dalam lagu daerah bahasa Jawa-Banten dengan bahasa Indonesia. Lagu daerah yang digunakan terdiri atas tiga lagu berjudul Jereh Bu Guru, Ibu, dan Yu Ragem Belajar. Ketiga lagu ini menggunakan bahasa Jawa-Banten. Selain bahasa asli, yakni bahasa Jawa, lagu ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 1. Jereh Bu Guru Jereh Bu Guru berjumlah 12 baris. Arti dari lagu ini adalah Kata Bu Guru. Lagu ini berisi serangkaian pesan seorang guru kepada muridnya untuk senantiasa berbakti kepada orang tua dan selalu rajin belajar serta taat beribadah. Dari keempat afiksasi yang ada (prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks), hanya ditemukan prefiks dan sufiks, berupa prefiks nge- dan sufiks ne-. Sufiks terlihat pada bait kedua baris keenam dan delapan, sedangkan prefiks terlihat pada bait ketiga baris kesepuluh. “Sing akeh ilmune” (bait kedua baris keenam) “Sing akeh gunane” (bait kedua baris kedelapan) “Dadi bocah kudu ngebantu wong tue” (bait ketiga baris kesepuluh) Dalam bahasa Jawa-Banten, afiks nge- termasuk ke dalam prefiks yang berfungsi sebagai pembentuk kata kerja aktif (Chudari, 2012: 60). Prefiks nge- dipakai untuk membentuk kata kerja aktif bagi kata-kata yang dimulai dengan konsonan selain /p/, /t/ /c/, /s/, /k/. Seperti yang ada dalam lagu Jereh Bu Guru, afiks ini terdapat pada kata ngebantu yang berarti membantu dalam bahasa Indonesia. melihat kedudukannya yang sama, maka afiks nge- memiliki kedudukan yang sama dengana afiks meN- dalam bahasa Indonesia. Walaupun afiks nge- dan meN- memiliki kesamaan, yakni membentuk kata kerja aktif, tetapi bentuk dari kedua afiks itu berbeda. Selain afiks nge-, terdapat ne- yang menduduki sufiks pada kata “ilmune” dan “gunane”. Sufiks -ne membuat kata kepemilikan atau kata ganti yang berarti –nya dalam bahasa Indonesia. Sufiks –ne digunakan pada kata-kata yang berakhir dengan vokal. Sama halnya dengan prefiks sebelumnya, sufiks –ne berbeda dengan sufiks –nya. Perbedaan itu terlihat pada bentuknya. Apabila dikelompokkan dalam tabel, maka proses morfologis berupa afiksasi yang terjadi sebagai berikut. No. Prefiks Perbandingan Afiks Sufiks Perbandingan Afiks BJB BI BJB BI 1. Ngebantu membantu nge- dan meN- Ilmune Ilmunya -ne dan –nya 2. - - - Gunane Gunanya Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat persamaan prefiks maupun sufiks bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia dalam lagu Jereh Bu Guru. Dari penelitian ini, yang ditemukan adalah perbedaan bentuk, walaupun bermakna sama, yakni antara prefiks nge- dan meN- serta sufiks –ne dan –nya. 2. Ibu Lagu Ibu menceritakan mengenai perjuangan seorang ibu dalam membesarkan anak-anaknya. Dalam lagu ini pun diselipkan nasihat untuk pendengar agar selalu bersikap baik kepada ibu dan tidak menjadi anak yang durhaka. Sama halnya dengan lagu Jereh Bu Guru, dalam lagu Ibu juga hanya terdapat prefiks dan sufiks. Akan tetapi, intensitas kemunculan kedua afiksasi tersebut lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Prefiks ditemukan sebanyak sepuluh kali dengan beberapa pengulangan berupa se- (dua kali), nge- (lima kali), ng- (empat kali), N-, dan pe-. Sufiks ditemukan sebanyak empat belas kali dengan beberapa pengulangan berupa –ne (enam kali), -aken (dua kali), -kaken (dua kali), -an (satu kali), -e (dua kali), dan -i (satu kali). Data yang telah ditemukan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tabel di bawah ini. No. Prefiks Perbandingan Afiks BJB BI 1. Sekabeh semua se- 2. Ngelahiraken melahirkan nge- dan meN- 3. Ngajari mendidik ng- dan meN- 4. Nyenangaken membahagiakan N- dan meN- 5. Pengorbanane pengorbanannya pe- No. Sufiks Perbandingan Afiks BJB BI 1. kudune seharusnya -ne dan –nya 2. ngelahiraken melahirkan -aken dan –kan 3. ngegedekaken membesarkan -kaken dan –kan 4. lirenan - -an 5. susahe susahnya -e dan –nya 6. ngajari - -i Dari beberapa korpus yang telah dikelompokkan dalam tabel di atas, terlihat beberapa persamaan dan perbedaan yang terjadi, yakni sebagai berikut. Prefiks se- dalam bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia memiliki bentuk, fungsi, dan makna yang sama. ¬Sekabeh dengan setiap atau semua memiliki arti yang sama, yakni menyatakan seluruh. Prefiks nge-, ng-, dan N- memiliki persamaan dengan prefiks meN-, yakni sama-sama berfungsi membentuk kata kerja aktif. Makna yang dimiliki pun sama. Perbedaannya terletak pada bentuk dari ketiga prefiks Jawa tersebut dengan prefiks meN-. Prefiks pe- dalam bahasa Jawa memiliki kesamaan dengan prefiks pe- bahasa Indonesia dalam hal bentuk, fungsi, dan makna, yakni sama-sama menunjukkan pekerjaan/perbuataan. Jadi, dalam lagu ini ditemukan dua persamaan berupa prefiks se- dan pe-. Perbedaan terletak pada prefiks nge-, ng-, dan N- dengan prefiks meN-. Sufiks –e dan –ne berfungsi sebagai kata ganti –nya dalam bahasa Indonesia. Sufiks –e dipakai untuk kata-kata yang berakhiran konsonan, sedangkan –ne berakhiran vocal. Dapat dikatakan bahwa afiks –e dan –ne memiliki bentuk yang berbeda dengan –nya, walaupun fungsi dan maknanya sama. Sufiks –aken dan –kaken ditambahkan pada kata kerja atau kata bilangan akan membentuk kata perintah. Sufiks –aken dipakai untuk kata-kata berakhiran konsonan, sedangkan –kaken berakhiran vocal. Sufiks –aken, –kaken, dengan –kan memiliki perbedaan dalam hal bentuk, fungsi, maupun makna. Sufiks –an dimiliki oleh kedua bahasa tersebut. Selain bentuknya yang sama, fungsi dan makna sufiks ini pun sama, yakni membentuk kata benda (nomina) dengan makna alat, beberapa, dan lain-lain. Sufiks –i pun memiliki kesamaan dengan sufiks ¬–i pada bahasa Indonesia, baik dalam hal bentuk, fungsi, maupun makna. Jadi, sufiks dalam lagu Ibu memiliki persamaan dan perbedaan antara bahasa Jawa-Banten dengan bahasa Indonesia. Persamaan terlihat pada sufiks –an dan ¬–i. Perbedaan terdapat pada sufiks –e dan –ne dengan –nya serta sufiks –aken dan –kaken dengan –kan. 3. Yu Ragem Belajar Arti dari lagu Yu Ragem Belajar adalah Ayo Kita Belajar. Lagu ini merupakan ajakan bagi pendengar untuk senantiasa rajin belajar agar tidak menjadi bodoh dan dibodohi orang lain. Akan tetapi, lagu ini juga memberikan pesan bahwa kalau sudah pintar, tidak boleh membodohi orang lain. Sama seperti lagu-lagu sebelumnya, lagi ini hanya memiliki prefiks dan sufiks. Prefiks yang digunakan berjumlah dua (di- dan N-), sedangkan sufiks berjumlah enam (-e sebanyak tiga kali, -ne sebanyak dua kali, -i sebanyak satu kali). Perbandingan afiksasi dari kedua bahasa itu terlihat sebagai berikut. No. Prefiks Perbandingan Afiks Sufiks Perbandingan Afiks BJB BI BJB BI 1. Dibebodo dibohongi di- bakale nantinya -e dan –nya 2. meminteri - N- dan meN- mangkane makanya -ne dan –nya 3. - - - meminteri - -i Dari korpus yang telah dikelompokkan di atas, terlihat bahwa terdapat prefiks di- (BJB) yang memiliki kesamaan dengan prefiks di- dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, prefiks N- berbeda dengan prefiks meN-. Walaupun pada kenyataannya, prefiks N- hampir sama dengan meN- karena mengalami proses peleburan atau nasalisasi apabila berhadapan dengan /k/, /t/, /s/, /p/. Dalam hal sufiks, hampir sama dengan lagu-lagu sebelumnya, yakni bentuk –e, -ne dan –nya. Untuk sufiks –i juga memiliki kesamaan dari segi bentuk, fungsi dan makna pada sufiks –i dalam bahasa Indonesia. D. Penutup Penelitian analisis kontrastif merupakan suatu kegiatan menganalisis persamaan dan perbedaan yang terdapat di antara kedua bahasa (B1 dan B2) dalam pembelajaran bahasa untuk menghindari kesalahan yang akan dialami pembelajar ketika mempelajari bahasa kedua. Penelitian ini difokuskan pada proses morfologis berupa afiksasi. Dalam hal ini, afiksasi mencakup prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Peneliti menggunakan beberapa lagu daerah berbahasa Jawa-Banten berjudul Jereh Bu Guru, Ibu, dan Yu Ragem Belajar untuk dijadikan objek dalam meneliti afiksasi dari kedua bahasa tersebut. Dari ketiga lagu yang telah dianalisis, hanya ditemukan afiksasi berupa prefiks dan sufiks. Selain itu, telah ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan, baik dalam hal prefiks maupun sufiks. Persamaan antara BJB dengan BI terlihat pada prefiks se-, pe-, dan sufiks –i, –an. Perbedaan terlihat pada prefiks nge-, ng-, dan N- dengan meN-; serta sufiks –e dan –ne dengan –nya; –aken dan –kaken dengan –kan. 31 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar